IRASSHAIMASE

Jumat, 31 Mei 2013

Sadako and the Thousand Paper Cranes



Hai Hai..
Lama kaga nge-Post nihh...
Hari ini Gua bakal nge-Post Tentang Sadako...
Mungkin kalian sudah mengenal tentang Sadako sebagai Yokai yang Keluar dari Tipi-Tipi atau Sumur..
Tapi disisi itu ada Cerita mengenaskan..
Yuk kita Simak..






Sadako Sasaki lahir 7 Januari 1943 hidupnya yang singkat berakhir pada 25 Oktober 1955. Ketika ia berusia dua tahun, sebuah bom atom yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat di Hiroshima, Jepang. Sadako tinggal dekat Misasa Bridge di Hiroshima tempat bom dijatuhkan pada tanggal 6 Agustus 1945...

Saat itu dia tak tahu bahwa dirinya telah menjadi korban radiasi pasca pemboman..
Sadako adalah seorang anak yang cerdas, ceria, sangat energik, mungkin istilah yang tepat adalah “pecicilan”, hingga orang tuanya selalu

mengingatkan agar ia duduk manis barang sejenak. Sadako sangat suka berlari-larian. Ia sangat menikmati menjadi bagian dari “tim lari estafet” di sekolahnya. Hingga dia tak memberitahu siapapun bahwa dia mulai merasakan pusing saat berlari..
atau saat, ia terjatuh di depan para guru, hingga dipanggillah orang tuanya datang ke sekolah..

Tanggal 21 Februari 1955, Sadako mulai masuk rumah sakit. Sadako didiagnosa terjangkit leukemia sebagai dampak bom atom. Ibunya menyebut sebagai “penyakit bom atom”.
Pada bulan November 1954, tumbuh cacar pada leher dan bagian belakang telinganya. Pada bulan Januari 1955, mulai timbul titik berwarna ungu pada kakinya. Pada tanggal 21 Februari 1955, Sadako harus dirawat di rumah sakit karena dokter mendiagnosa Sadako mengidap Leukemia dan divonis hanya dapat hidup paling lama satu tahun..

Pada tanggal 3 Agustus 1955, seorang sahabat karib Sadako yang bernama Chizuko Hamamoto datang menjenguk Sadako di rumah sakit dengan membawa kertas emas untuk membuat bangau kertas, karena berdasarkan kisah klasik Jepang, jika seseorang membuat seribu bangau kertas maka permintaannya akan dikabulkan. Cerita yang berkembang menyebutkan bahwa Sadako hanya mampu menyelesaikan 644 bangau kertas sebelum kematiannya, dan sahabatnya meneruskan hingga 1.000 dan menguburkan semua bersama jasad Sadako..

Cerita lain dari Hiroshima Peace Memorial Museum menyatakan bahwa pada akhir Agustus 1955, Sadako teleah menyelesaikan 1.000 bangau kertas dan meneruskan untuk membuat lebih banyak lagi..
Sejak saat itu Sadako mulai membuat paper crane untuk meminta kesembuhan bagi dirinya. Untaian bangau kertas digantung di atas tempat tidurnya dengan seutas benang. Meskipun Sadako punya banyak waktu di rumah sakit untuk melipat bangau, ia kehabisan kertas

Dia pun menggunakan medicine wrappings dan apa saja yang bisa ia pungut. Ia berkunjung ke kamar pasien lain untuk meminta kertas bekas bungkus bingkisan pengunjung yang datang mengunjungi pasien. Chizuko juga membawakan kertas untuknya. Sadako berkeinginan melipat 1000 bangau, tetapi sayang, ia hanya sanggup melipat 644 sebelum ajal menjemputnya..

Kondisi Sadako memburuk secara drastis, membuat kedua orang tua dan saudara-saudaranya sedih melihatnya sekarat. Ibunya membuatkan sebuah kimono bercorak bunga sakura supaya dapat dipakainya sebelum ia meninggal. Saat itu Sadako merasa kondisinya membaik sehingga ia dibolehkan pulang selama beberapa hari. Sadako berteman dengan seorang anak laki-laki bernama Kenji, seorang anak yatim, yang juga menderita leukemia tetapi sudah dalam stadium lanjut. Kenji sudah terkena dampak radiasi sejak ia dalam kandungan ibunya. Sadako mencoba memberi Kenji harapan dengan kisah bangau emas (The golden crane story), tetapi Kenji sadar akan kenyataan bahwa waktunya sudah dekat Ibunya sudah lebih dulu meninggal, dan ia sudah belajar bagaimana cara membaca diagram darahnya dan sudah tahu bahwa ia sudah dalam sekarat. Saat di rumah Saat di rumah sakit, Sadako menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri kematian Kenji, dan dia sangat terpukul..
Sadako tahu bahwa gilirannya pun akan segera tiba.. Setelah keluarganya memaksanya untuk makan sesuatu, Sadako meminta teh hijau dan berkomentar “It’s good.” Kalimat itu adalah kalimat

terakhirnya. Dikelilingi oleh keluarganya, Sadako meninggal dunia pada tanggal 25 Oktober 1955 pada usia 12 tahun. Teman-temannya menyelesaikan pembuatan bangau kertas sisanya hingga genap terkumpul 1000 bangau dan menguburkannya bersama jasad Sadako.

Sepeninggal Sadako, teman-temannya menerbitkan suatu koleksi surat-surat untuk menggalang dana yang akan digunakan untuk membangun sebuah monumen peringatan bagi Sadako dan semua anak yang meninggal akibat efek bom atom. Pada tahun 1958 sebuah patung Sadako memegang bangau emas berdiri di Hiroshima Peace Memorial Park, bangsa Jepang menyebutnya dengan nama Genbaku Dome. Di kaki patung terdapat sebuah prasasti bertuliskan:“This is our cry. This is our prayer. Peace on Earth.” (“Inilah jeritan kami. Inilah Doa kami. Damai lah di bumi”)



Di Seattle Peace Park juga terdapat patung Sadako. Sadako telah menjadi simbol dampak perang nuklir, mengingatkan betapa berbahayanya perang nuklir. Sadako juga menjadi pahlawan untuk gadis-gadis di Jepang. Kisah hidupnya diceritakan di sekolah-sekolah Jepang saat memperingati pemboman Hiroshima. Sebagai dedikasi untuknya, penduduk Jepang merayakan 6 Agustus sebagai National Peace Day ...
Kisah Sadako menjadi terkenal pula di kalangan murid sekolah di luar Jepang karena ditulis menjadi sebuah novel. The Day of the Bomb Sadako and the Thousand Paper Cranes pertama kali diterbitkan pada tahun 1977 ditulis oleh Eleanor Coerr..

Robert Jungk juga menulis Children of the Ashes, di dalamnya ditulis pula kisah Sadako. Setiap tahun, ribuan paper crane dikirim oleh anak-anak dan orang dewasa dari seluruh penjuru dunia ke Hiroshima Peace Memorial Park. Burung bangau merupakan simbol harapan untuk untuk masa depan yang lebih baik yaitu perdamaian tanpa penderitaan...

By: @Otakunime

Tidak ada komentar:

Posting Komentar